Biografi Imam Sibawaih
Mendengar nama Imam Sibawaihi, siapa yang tak kenal dengan sosoknya. Semua orang yang pernah mempelajari ilmu nahwu dan sharaf tentu pernah mendengar nama Sibawaih. Beliau merupakan seorang imam ahli nahwu yang sangat terkenal. Nama lengkapnya adalah Amr Bin Utsman Bin Qanbar Abu Bisyr, namun lebih dikenal dengan julukan Sibawaih.
Sibawaih sendiri merupakan sebuah gelar dirinya atau laqab yang berasal dari perkataan Farsi. Gelar tersebut menunjukan kemasyhuran nama, hingga nama aslinya sendiri jarang diketahui oleh banyak orang. Dan adapun ‘amru merupakan nama Arab yang diberikan oleh bapaknya, meskipun beliau bukan berasal dari keturunan Arab.
Menariknya walaupun Imam Sibawaih ahli bahasa Arab tapi ia bukanlah orang Arab, melainkan Persia. Artinya, ia menggunakan bahasa Persia sebagai bahasa ibu dan bahasa Arab menjadi bahasa asing yang dipelajarinya. Namun, ia mampu menjadi pakar dalam bahasa asing (bahasa Arab) tersebut melampaui penutur aslinya.
Jika kita bertanya dengan menyebut nama Sibawaih ke orang Persia di Shiraz, mereka tidak akan mengerti. Mereka mengenalnya dengan nama Sibuyeh. Sibawaih adalah sebutan atau aksen orang Arab untuk menyebut Sibuyeh dalam bahasa Persia.
Julukan tersebut memang berakar dari bahasa Persia dari kata “sib” dan “bu”. Sib berarti buah apel. Sedangkan bu bermakna harum atau bau sesuatu. Sehingga jika digabungkan Sibuyeh memiliki arti orang yang aroma tubuhnya seperti harum apel.
Riwayat Pendidikan
Sibawaih mempunyai 7 guru yang disebutkan dalam karyanya yaitu, al-Kitab: Al-Khalil, Yunus ibn Habib (w. 182/798), Abu Amr ibn al-Ala’ (w. 154/770), Isa ibn Umar (w. 149/766), Abu al-Khattab, Ibn Abi Ishaq (w. 117/735), dan Harun ibn Musa. Beliau melanjutkan pendidikannya di Bashrah hingga mendapat gelar imam nahwu yang agung.
Ilmu pengetahuan pertama yang ia pelajari adalah fikih dan hadis. Sibawaih mempelajari hadis dari Hamad Bin Sahnah, gurunya. Ia mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan bahasa Arab hingga ia mahir dan menjadi ahli di bidang tersebut. Setelah Sibawaih memutuskan beralih untuk mempelajari ilmu bahasa Arab, ia berguru kepada Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi yang berdasarkan riwayat merupakan seorang murid dari Abu Amr bin Al-A’la, seorang ahli qira’ah sab’ah.
Beliau berguru kepada Al- Khalil dengan penuh suka cita. Tekad kuat dan kemauan yang tinggi. Ia mengikuti semua gurunya bagaikan bayangan mengikuti benda. Pengaruh gurunya memberikan pengaruh besar pada karya-karya Sibawaih. Sibawaih termasuk ulama yang berjasa dalam pengembangan dan penyempurnaan ilmu nahwu bashroh.
Beliau adalah salah satu murid Al Kholil bin Ahmad yang diakui kecerdasan dan kepandaiannya dalam masalah nahwu tentang amil dan awamil yang kemudian oleh beliau dikumpulkan menjadi al-Kitab dimana di dalamnya banyak tertuang pemikiran-pemikiran al Kholil.
Fakta yang ada dalam al-Kitab pula telah terjadi perbedaan pendapat di antara al-Kholil dan Sibawaih pada beberapa permasalahan ilmu nahwu. Tidak hanya puas dengan ilmu nahwu dan ilmu bahasa Arab kepada Al-Khalil saja, Sibawaih juga berguru pada Yunus bin Habib, Isa bin Umar dan lainnya. Hingga mendapatkan wawasan yang luas dan martabat keilmuan yang spesial. Kemudian ia merantau ke Baghdad pusat Dinasti Abbasiyah yang merupakan pusat peradaban dan keilmuan.
Karya-Karyanya
Sibawaih sendiri memiliki karya utama berupa: ruang lingkup al-Kitab, manuskrip, publikasi, dan translasi karya. Al-Kitab dalam konteks persaingan antara fiksi Kufah dan Basrah, orisinalitas pemikiran Sibawaih dalam al-Kitab, pengaruh pemikiran gramatikal Sibawaih terhadap pemikiran gramatikal ahli gramatik setelahnya.
Sibawaih merupakan orang yang mencurahkan hidupnya untuk ilmu. Bahkan istri beliau merasa tidak senang terhadap aktivitas Imam Sibawaih yang lebih mesra dengan buku-buku dibanding dirinya. Oleh karena itu, ketika Imam Sibawaih pergi, istri beliau membakar buku-buku dan karya tulisnya, hingga semuanya lenyap dilalap api kecuali satu Al-kitab tersebut.
Karya Sibawaih yang terkenal dengan nama al-Kitab tersebut semakin mendapatkan jayanya pada akhir abad ke-8, membuktikan kehidupan dan perkembangan linguistik Arab, terutama di bidang ilmu Nahwu. Dari penelaahan tentang bahasa Arab, dia telah menghasilkan perolehan asumsi, hipotesis dan teori tentang bahasa Arab.
Prestasi awal yang dicapainya yakni dengan terkenalnya Kitab Sibawaih tersebut. Kitab tersebut merupakan karya yang paling awal dalam disiplin ilmu tata bahasa. Diriwayatkan pula bahwa beliau sebelumnya telah menulis beribu-ribu halaman dan tidak diberi nama pengarang dikarenakan beliau wafat ketika berumur empat puluh tahun.
Beliau pun belum menyiapkan muqaddimah (pembukaan) serta penutupnya untuk yang sudah ditulisnya. Dan kitab tersebut adalah satu-satunya karya bahasa Arab yang agung dan telah menjadi referensi utama bagi seluruh ulama dan umat islam di dunia. al-Kitab pada awalnya dimaksudkan untuk dipakai dalam membangun metodologi lengkap untuk menjelaskan korpus bahasa Arab terutama sistem infleksinya (I’rab).
Karya Sibawaih juga terbagi ke dalam 3 bagian utama yaitu:
Bagian pertama menjelaskan aturan-aturan mengenai sintaksis dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya seperti pembagian kata ke dalam kata benda,kata kerja dan pertikel.
Kemudian kedua mendeskripsikan aturan-aturan morfologis dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya seperti kata dasar, imbuhan, dan pola-pola morfologis.
Bagian ketiga mendiskusikan aturan-aturan fonetik atau fonologi dan perubahan morfofonemis.
Metode Analisis Kebahasaan Imam Sibawaih
Model analisis kebahasaan Sibawaih tersebut, menurut Bakalla, mengingatkan kita kepada teori-teori linguistik modern terutama teori-teori gramatika generatif yang aturan-aturan gramatikalnya disusun dengan cara yang serupa, dari sintaks melalui morfologi sampai fonologi. Fakta-fakta tersebut yang mendorong sejarawan dalam bidang bahasa Arab untuk menyebut karya Sibawaih sebagai “The Grammatical Analysis Par Excellence of The Arabic Language”, dan sebagai studi yang paling sempurna mengenai bahasa Arab.
Dalam mendiskusikan materi pembahasannya dalam al-Kitab Sibawaih banyak mengutip ayat-ayat al-Qur’an di dalamnya, meskipun kutipan tersebut tidak lebih banyak dibandingkan dengan puisi-puisi yang ditulis pada masa sebelum Islam.
Menurut Ahmad Sulayman Yaqut (dalam Ali, 2009:25) mengatakan bahwa Sibawaih telah mengikuti metode deskriptif dan perspektif pada penulisan ilmu nahwu, sorof, dialek, bahasa syair dan prosa. Metode deskriptif bermaksud mengkaji bahasa pada masa dan tempat tertentu. Pada penelitian yang ditulis Sibawaih dalam kitabnya terdapat kajian-kajian yang dikhususkan dengan ilmu linguistik yang membandingkan dalam beberapa bab antara bahasa Arab dan bahasa Farsi. Dan objek penelitian dalam kitab tersebut adalah menggambarkan fonetik, fenomena bahasa Arab dan fonologi, dialek, dan bahasa syair.
Komentar