“Amma Ba’du” atau “Wa Ba’du” kalimat ini sering diucapkan oleh para da’i atau sering kita temukan saat membaca muqaddimah (kata pengantar) kitab-kitab ulama yang dibuka dengan basmalah, hamdalah, shalawat dan salam, kemudian diakhiri dengan kalimat “Amma Ba’du” atau “Wa Ba’du” lalu berlanjut pada pembahasan berikutnya.
Dalam gramatika bahasa Arab (ilmu nahwu), kalimat أَمَّا بَعْدُ terdiri dari dua lafadz, yaitu أمّا dan بعد. Apabila kita urai satu persatu dari kalimat dasarnya maka kita akan menemukan bahwa lafadz أمَّا berasal dari kalimat: مَهْمَا يَكُنْ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ. Berikut penjelasan lengkap dari Syaikh Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad al-Bajuriy asy-Syafi’i (w. 1277 H) baik dalam kitab Tuhfatu al-Murid Syarhu Jawahiru at-Tauhid atau dalam kitab Hasyiyah al-Bajuriy yang diberi nama Tahqiqu al-Maqam ala Kifayatu al-Awam fi Ilmi al-Kalam:
“Asalnya مهما adalah isim syarat yang menjadi mubtada’, يكن sebagai fi’il syarat, mudhari’ dari madhi كان dengan fa’il berupa dhamir mustatar dengan mengira-ngirakan adanya lafadz هو yang kembali pada مهما. Sedangkan من شيئ sebagai penjelas dari مهما meskipun sifatnya penjelas adalah takhsish (menentukan) namun juga terkadang mempunyai sifat sama yang menunjukkan kesempurnaan jenis tersebut”.
Lebih lanjut Syaikh Ibrahim al-Bajuriy menjelaskan: “Kemudian مهما، يكن، من شيئ dibuang, lalu ganti dengan أما untuk mempati posisi tersebut. Kemudian, sebagian ulama membaca “أما بعد” sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Sebagian ulama lain ada yang membuang أمَّا seraya menggantinya dengan wawu, maka menjadi وبعد. Wawu di sini berkedudukan menjadi penggantinya pengganti.
Menurut Syaikh Ibrahim al-Bajuriy Lafadz “وبعد” sama dengan “أما بعد” bisa dibaca Dhommah huruf akhirnya dengan membuang Mudhaf Ilaih dan diniati maknanya. Bila dijelaskan menjadi:
وبعد البسملة والحمدلة والصلاة والسلام على النبي صلى الله عليه وسلم وآله وصحبه وحزبه.
Artinya: Setelah basmalah, hamdalah, shalawat dan salam kepada Nabi, keluarga, sahabat dan pengikutnya.” Lafadz “وبعد” juga bisa dibaca Nasab tanpa tanwin dengan membuang Mudhaf Ilaih dan dan diniati lafadznya tetapi yang masyhur di kalangan ulama Nahwu adalah pendapat yang pertama, yaitu dibaca Dhommah. Keduanya berfungsi memindah dari satu pembahasan pada pembahasan yang lain yaitu, memindah dari pembahasan basmalah, hamdalah dan setelahnya pada pembahasan tujuan dari berbicara atau mengarang sebuah kitab.
Lafadz “وبعد” kebanyakan menjadi Dharaf Zaman (waktu) meninjau apa yang diucapkan atau tulisan dan jarang menjadi Dharaf Makan (tempat) jika meninjau nomer halaman kitab yang dibaca atau ditulis.
Sementara dalam kitab al-Awail karya al-Hafidz Abu Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabariy (w. 360 H) dan kitab Khizatu al-Adab wa Lubbu Lubabi Lisani al-Arab karya Syaikh Abdul Qadir bin Umar al-Baghdadiy (w. 1093 H) mengatakan: Ulama berbeda pendapat, ketika menjelaskan siapa orang pertama kali mengucapakan: “أما بعد”?
Asy-Sya’biy ra dalam Tafsir Ibnu Katsir, al-‘askariy dari riwayat Abu Musa ra dalam Tafsir al-Qurthubiy mengatakan: Orang pertama kali mengucapakan “أما بعد” adalah Nabi Daud as yang diistilahkan dengan “فصل الخطاب” pemisah antar satu kalam dengan yang lainnya arti dari firman Allah ﷻ:
وَاٰتَيْنٰهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
Artinya: “Dan Kami berikan hikmah kepadanya serta kebijaksanaan dalam memutuskan perkara.” (QS. Shad: 20). Pendapat ini juga disampaikan as-Suyuthiy dalam ar-Rasail fi Ma’rifati al-Awail.
Al-Qurtubiy mengatakan: Adapun orang yang pertama kali mengucapakan “أما بعد” adalah Rasulullah ﷺ dalam sebuah khatbahnya.
Sementa Zubair bin Bakar mengatakan: Orang yang pertama kali mengucapakan “أما بعد” adalah Ka’ab bin Lu’ay. Pada saat itu Ka’ab bin Lu’ay mengumpulkan orang-orang di hari Jum’at dan berpidato. Di antara isi pidatonya:
أما بعد، فعظموا حرمكم وزينونه وكرموه، فإنه يخرج منه نبي كريم
“Amma ba’du, Maka agungkan tanah haram kalian,hiasi dan muliakan sesungguhnya akan lahir darinya Nabi yang mulia.”
Juga terdapat sebuah riwayat yang menceritakan bahwa orang yang pertama kali mengucapakan “أما بعد” di zaman Jahiliyah adalah Suhban bin Wail, ia adalah orang yang pertama kali beriman pada hari Ba’ts (pembangkitan dari kubur) dan orang yang pertama kali berjalan berpegangan pada tongkat. Ia hidup dalam usia 180 tahun. Menurut pendapat ini, seandainya pendapat yang mengatakan bahwa orang yang pertama kali mengucapakan “أما بعد” adalah Nabi Daud as itu benar, maka bisa dipastikan Nabi Daud as mengucapkan kala itu bukan dengan bahasa Arab tapi menggunakan bahasanya sendiri dan hanya Allah ﷻ yang tahu.
Dikatakan pula bahwa orang yang pertama kali mengucapakan dan menulis “أما بعد” adalah Qais bin Sa’adah al-Iyadi. Pada saat ia mengumpulkan orang dan berkata:
أما بعد فإن المعى تكفيه البقلة، وترويه المذقة إلى آخر كلامه.
“Amma Ba’du, sesungguhnya kata-kata yang baik mengalahkan lezatnya sayuran dan merenungkannya terasa meminum wedang susu.”
PENULIS/PENYUSUN: ESA FADILAH
Komentar